Aldo Zirsov. Nama itu lagi-lagi ada pada buku yang kubeli. Kali ini karya Hannah Arendt, Eichmann in Jerussalem. Di bawah nama itu ada keterangan: University of Denver, Colorado, USA. Sejak berkali-kali menemukan nama itu pada buku-buku di Reading Lights—toko buku bekas berbahasa Inggris di Bandung—saya bertanya-tanya siapa gerangan dia.
“Oh,
mungkin ia doktor sejarah atau filsafat,” saya mengira-ngira. Soalnya, selain
buku Hannah Arrendt soal persidangan perwira tinggi SS-Nazi itu, saya juga
beroleh buku sejarah Renaissance (yang saya lupa judulnya). Terkadang ada juga
buku-buku sastra.
Bayangan saya, Aldo Zirsov adalah nama Rusia. “Mungkin dia expat asal Rusia yang pulang kampung. Jadi bukunya dijual semua ke RL,” saya menebak. Ya, Rusia. Sebab namanya terdengar mirip dengan Zhivago, tokoh utama dalam novel karangan Boris Pasternak. Saya lupa apa dulu sempat googling namanya atau tidak.
Bayangan saya, Aldo Zirsov adalah nama Rusia. “Mungkin dia expat asal Rusia yang pulang kampung. Jadi bukunya dijual semua ke RL,” saya menebak. Ya, Rusia. Sebab namanya terdengar mirip dengan Zhivago, tokoh utama dalam novel karangan Boris Pasternak. Saya lupa apa dulu sempat googling namanya atau tidak.
Buku-buku
bercap Aldo ini hampir semuanya dalam keadaan baik. Antara 2007-2010, saya
membeli mereka pada kisaran Rp 35-50 ribu. Harga yang wajar untuk ukuran buku
impor. Jika beli baru, bisa dipastikan harganya di atas Rp 100 ribu. Lagipula,
tak mudah menemukan buku humaniora dan
sosial, juga sastra berbahasa Inggris di Bandung. Sempat ada toko QB Books,
tapi tak lama tutup. Jadi, kalau mau beli buku Nginggris mesti ke Aksara atau
Kinokuniya di Jakarta.
Di
RL, seperti umumnya toko buku bekas lain, biasanya yang paling banyak ditemukan
itu novel-novel populer. Itu lho, karangan Sidney Sheldon, Danielle Steel, Jodi
Picoult, dan teman temannya. Maka, kalau ketemu buku agak lain, saya dan suami
suka bertaruh sebelum buka sampulnya, “Ini punya Aldo Zirsov juga, bukan?”
***
Pada
2012, saya ikut seminar penerjemahan sastra di Jakarta. Baru saat Hari-H, mata
saya tertumbuk pada satu nama pada deretan pengisi acara. Nama yang kerap ada di
buku-buku itu. Setelah acara, saya menghampirinya, memperkenalkan diri, dan
bercerita soal buku-buku yang bercap namanya.
Saya
agak kaget juga mengetahui bahwa buku-buku itu ternyata bukan untuk dijual. Mereka
dikapalkan ke Indonesia dari Amerika karena tempat tinggalnya tak sanggup lagi
menampung. Kemarin, Uda Aldo bercerita lagi di facebooknya setelah saya kirim
screenshot buku bercap namanya.
“Buku yang aku kirim dari US ke Indonesia waktu itu
berjumlah 3.500 buku, terdiri atas beberapa kali pengiriman lewat kontainer laut.
Ada 2-3 pengiriman yang bermasalah dan hilang di Tanjung Priok,” begitu
ceritanya.
Jadi,
buku-buku saya itu aslinya adalah buku-buku yang hilang. [hiks, jadi nggak enak]
Untunglah, sang empu katanya sudah ikhlas. Ia juga senang bisa mendapat banyak
teman gara-gara insiden itu. Beberapa pemilik buku ada yang mengirim email
(emailnya terbubuh juga dalam cap), dan bertanya-tanya hal ihwal pemilik buku. Ia
bercerita, ada yang menyangkanya sedang studi feminisme karena buku yang
didapatnya buku pemikiran feminis. Ada juga yang menyangka biolog, juga
peneliti sastra.
Waktu
acara seminar itu, saya juga sempat bilang soal tebakan bahwa dia orang Rusia.
Aldo tertawa. “Memang banyak yang mengira saya orang Barat, padahal orang
Sumatera Barat,” katanya, terkekeh. Orang Minang, tambahnya, memang banyak yang
namanya aneh-aneh pasca-PRRI. Nama-nama aneh itu sengaja diberikan supaya mereka
tak ketahuan sebagai orang Minang yang memang lekat stigmanya terkait peristiwa
itu.
Begitulah
hikayat kitab yang saya punya. Kitab-kitab—dibantu blog dan media sosial—bisa
membawa pertemanan baru. Sekarang di facebook, saya juga berteman dengan nama-nama
yang mulanya kukenal sebagai blogger buku. Ada Endah Sulwesi, Hernadi Tanzil,
dan tentu Muhidin M. Dahlan.
Oya,
ada yang luput. Pemilik asli buku Eichmann in Jerussalem itu bukanlah lulusan filsafat atau sejarah. Ia
juga bukan sosiolog, ahli feminisme, biolog, atau ahli sastra. Pendidikan formalnya
akuntansi, dan ya, Aldo Zirsov adalah seorang akuntan.