Friday, February 20, 2015

Hikayat Kitab Bercap


Aldo Zirsov. Nama itu lagi-lagi ada pada buku yang kubeli. Kali ini karya Hannah Arendt, Eichmann in Jerussalem. Di bawah nama itu ada keterangan: University of Denver, Colorado, USA. Sejak berkali-kali menemukan nama itu pada buku-buku di Reading Lightstoko buku bekas berbahasa Inggris di Bandungsaya bertanya-tanya siapa gerangan dia. 

“Oh, mungkin ia doktor sejarah atau filsafat,” saya mengira-ngira. Soalnya, selain buku Hannah Arrendt soal persidangan perwira tinggi SS-Nazi itu, saya juga beroleh buku sejarah Renaissance (yang saya lupa judulnya). Terkadang ada juga buku-buku sastra. 

Bayangan saya, Aldo Zirsov adalah nama Rusia. “Mungkin dia expat asal Rusia yang pulang kampung. Jadi bukunya dijual semua ke RL,” saya menebak. Ya, Rusia. Sebab namanya terdengar mirip dengan Zhivago, tokoh utama dalam novel karangan Boris Pasternak. Saya lupa apa dulu sempat googling namanya atau tidak.

Buku-buku bercap Aldo ini hampir semuanya dalam keadaan baik. Antara 2007-2010, saya membeli mereka pada kisaran Rp 35-50 ribu. Harga yang wajar untuk ukuran buku impor. Jika beli baru, bisa dipastikan harganya di atas Rp 100 ribu. Lagipula, tak mudah menemukan  buku humaniora dan sosial, juga sastra berbahasa Inggris di Bandung. Sempat ada toko QB Books, tapi tak lama tutup. Jadi, kalau mau beli buku Nginggris mesti ke Aksara atau Kinokuniya di Jakarta.

Di RL, seperti umumnya toko buku bekas lain, biasanya yang paling banyak ditemukan itu novel-novel populer. Itu lho, karangan Sidney Sheldon, Danielle Steel, Jodi Picoult, dan teman temannya. Maka, kalau ketemu buku agak lain, saya dan suami suka bertaruh sebelum buka sampulnya, “Ini punya Aldo Zirsov juga, bukan?”

***
Pada 2012, saya ikut seminar penerjemahan sastra di Jakarta. Baru saat Hari-H, mata saya tertumbuk pada satu nama pada deretan pengisi acara. Nama yang kerap ada di buku-buku itu. Setelah acara, saya menghampirinya, memperkenalkan diri, dan bercerita soal buku-buku yang bercap namanya.

Saya agak kaget juga mengetahui bahwa buku-buku itu ternyata bukan untuk dijual. Mereka dikapalkan ke Indonesia dari Amerika karena tempat tinggalnya tak sanggup lagi menampung. Kemarin, Uda Aldo bercerita lagi di facebooknya setelah saya kirim screenshot buku bercap namanya.

Buku yang aku kirim dari US ke Indonesia waktu itu berjumlah 3.500 buku, terdiri atas beberapa kali pengiriman lewat kontainer laut. Ada 2-3 pengiriman yang bermasalah dan hilang di Tanjung Priok,” begitu ceritanya.

Jadi, buku-buku saya itu aslinya adalah buku-buku yang hilang. [hiks, jadi nggak enak] Untunglah, sang empu katanya sudah ikhlas. Ia juga senang bisa mendapat banyak teman gara-gara insiden itu. Beberapa pemilik buku ada yang mengirim email (emailnya terbubuh juga dalam cap), dan bertanya-tanya hal ihwal pemilik buku. Ia bercerita, ada yang menyangkanya sedang studi feminisme karena buku yang didapatnya buku pemikiran feminis. Ada juga yang menyangka biolog, juga peneliti sastra.

Waktu acara seminar itu, saya juga sempat bilang soal tebakan bahwa dia orang Rusia. Aldo tertawa. “Memang banyak yang mengira saya orang Barat, padahal orang Sumatera Barat,” katanya, terkekeh. Orang Minang, tambahnya, memang banyak yang namanya aneh-aneh pasca-PRRI. Nama-nama aneh itu sengaja diberikan supaya mereka tak ketahuan sebagai orang Minang yang memang lekat stigmanya terkait peristiwa itu.

Begitulah hikayat kitab yang saya punya. Kitab-kitab—dibantu blog dan media sosial—bisa membawa pertemanan baru. Sekarang di facebook, saya juga berteman dengan nama-nama yang mulanya kukenal sebagai blogger buku. Ada Endah Sulwesi, Hernadi Tanzil, dan tentu Muhidin M. Dahlan.

Oya, ada yang luput. Pemilik asli buku Eichmann in Jerussalem itu bukanlah lulusan filsafat atau sejarah. Ia juga bukan sosiolog, ahli feminisme, biolog, atau ahli sastra. Pendidikan formalnya akuntansi, dan ya, Aldo Zirsov adalah seorang akuntan.

Monday, July 14, 2008

Pembacaan Ayu Utami atas pengkhianatan Yudas

Sudahkah kau baca novel terbaru Ayu yang berjudul Bilangan Fu itu? Saya sudah. Ayu bercerita tentang pemanjat tebing yang diinspirasi dari kisah pacarnya, Erik Prasetya. Tapi saya pikir bukan cuma Erik yang menginspirasi Ayu, tetapi juga kisah kematian Yesus. Lho, kok Yesus?

Sewaktu membaca kisah ini...saya menangkap adanya tokoh-tokoh yang mewakili pelaku-pelaku utama kisah abad-abad awal masehi itu. Misalnya, tokoh utama yang disebut iblis bernama Yuda. Dia mengingatkan saya pada Yudas murid Yesus. Pacar Yuda (dan juga) Parang Jati, namanya Marja; bukankah nama itu juga bisa dieja Maria? Dan terakhir Parang Jati. Seseorang yang membawa "ajaran baru" pada 12 pemanjat tebing kawanan Yuda. Ajaran baru itu bernama pemanjatan bersih, atau sesuatu yang disebut Yuda sebagai sacred climbing: pemanjatan suci.

Mengapa suci? Karena sebelum Parang Jati datang, para pemanjat ini hampir menghalalkan cara untuk mencapai puncak tebing termasuk mengebor dinding tebing supaya aman. Maka tak salah kalau Jati kemudian disebut sebagai pembawa ajaran baru yang suci itu. Mengebor tebing haram hukumnya bagi penganut sacred climbing.

Nah, nama Jati sendiri, walau terdengar maksa, berasosiasi pada Jesus atau Yesus. Dan bukankah jumlah murid atau rasulnya juga berjumlah 12? Selain ajaran baru pemanjatan suci, Jati juga membuat mempromosikan agama baru yang ia sebut Kejawan Baru untuk mengimbangi monoteisme. Agama yang mempromosikan cinta terhadap bumi; dan dengan demikian melawan penambangan di desanya, para pelaku serta kroco aparatnya.

Yang paling membuat saya ketawa-ketiwi sendiri adalah salah satu tokohnya, yakni kepala desa Pontiman Sutalip. Hahaha... ada-ada saja! Sebelumnya saya merenung, kok rasanya pernah mendengar nama itu. Ternyata nama itu mengingatkan saya pada Pontius Pilatus, Gubernur Romawi di Palestina. Pilatus jika dieja dari belakang ya Sutalip! Pontius Pilatus jadi Pontiman Sutalip...parah!

Sama dengan Gubernur Pilatus yang membiarkan Yesus diadili massa, Kades Sutalip juga membiarkan Jati disiksa kaum Farisi. [oya, ada juga klan Saduki]

Selanjutnya dalam keadaan babak belur Jati "diselamatkan" oleh dua orang militer yang dianggap satria oleh Yuda. Yuda yakin bahwa strategi budaya saja tak cukup, mereka perlu back-up militer yang satria. Namun malang, di perjalanan mereka dihadang dan Jati dibunuh.

Di sinilah Yuda dianggap pengkhianat. Marja yang meninggalkannya menganggap bahwa Yudalah yang membuat Jadi dibunuh. Karena Yuda meminta tolong pada dua satria Karna dan Kumbakarna untuk membawa Jati....

Ah capek, bukannya mereview, malah jadi spoiler!

Monday, June 30, 2008

Buku yang membuatku terbahak-bahak!

Oh oh oh... tidak ada buku yang membuat saya tertawa terbahak-bahak seperti ketika membaca novel ini. Kegilaan Iwan Simatupang adalah kegilaan yang brilian! Saya heran jika novel Cala Ibi milik Nukila Amal disebut filosofis. Ziarah adalah novel yang cerdas secara bentuk dan isi!

Saya membayangkan bagaimana jika saya harus membuat pilihan hidup yang absurd seperti tokoh-tokoh dalam cerita ini. Bagaimana bisa seorang kandidat doktor filsafat memilih menjadi opseter kuburan?!

Saya simpulkan, pantas saja orang ada yang mikir kalau belajar filsafat itu nantinya bakal gila, miring, sedeng. Lha kalau saja cerita Iwan ini ada dalam kehidupan nyata, pastilah opseter kuburan itu bukannya dibilang hebat seperti saat kita membacanya dalam fiksi, tapi malahan bakal dianggap gila.

Ya sudahlah, gila sedikit tidak apa-apa toh? Buat yang belum baca, bacalah Ziarah! Jangan terlambat seperti saya.